[Thought] Aduuh...jadi ngerepotin nih.
Sering saya mendengar ungkapan "sopan" diatas. Menurut orang tua saya sih, begitulah cara orang timur menyampaikan isi hati dan empatinya secara tersirat.
Kalo saya pikir malah sebaliknya, itu melanggar HAM dan menekan kebebasan berekspresi seseorang. Malah cenderung memaksa seseorang untuk berperilaku tidak asli, lips service. Lho kok bisa begitu?
Iya memang benar begitu.
Coba bayangkan kalau anda menerima ungkapan dengan nada seperti itu :
"Aduuuh....jadi ngerepotin nih udah nganter kemana-mana".
"Duuh...jadi ngerepotin udah musti nyiapin minuman segala".
"Duuh...saya jadi gak enak nih udah terus-terusan ngerepotin kamu".
Nah lho, kita harus jawab apa kalo ada pernyataan yang ditujukan kita seperti ini.
Apalagi mengingat kita harus tetap menjaga tali persaudaraan, tali silaturahim, dan tali-tali lainnya.
Dengan pernyataan seperti itu, menurut adat timur adalah tidak sopan jika kita menimpalinya dengan ungkapan : "Iya nih emang ngerepotin, sebenernya saya lagi sibuk lho" (kecuali dalam konteks bercanda dengan kerabat/teman dekat). Juga tidak mungkin kita bilang : "Iya deh, untuk kali ini gak apa-apa ngerepotin, lain kali liat-liat waktu ya". Bisa bubar tali silaturahim ini.
Pada dasarnya, dengan mengeluarkan 'pernyataan' seperti diatas, si empunya 'pernyataan' pasti mengharapkan jawaban yang ketimuran seperti ini: "Gak apa-apa kok, saya gak merasa direpotin" (padahal bisa saja sebenarnya memang nge-repotin).
Inilah yang saya maksud menekan kebebasan berekspresi seseorang. Kita seperti dipaksa untuk mengeluarkan pernyataan untuk menyenangkan dan menenangkan hati orang lain itu.
Akhirnya, lengkaplah basa-basi yang tidak perlu itu. Basa-basi yang tidak konstruktif.
Akan lebih baik kita "To the point" saja.
Misal : "Terima kasih banyak atas bantuannya ya"
Ini ungkapan apresiasi yang menurut saya jauh lebih baik. Tanpa harus memaksa 'pemberi' bantuan" untuk mengungkapkan "Gak kok, gak merepotkan saya".
Untuk itu, ubahlah kebiasaan anda dalam mengungkapkan isi hati dengan cara-cara yang lebih etis dan tidak menekan kebebasan berekspresi seseorang. Biasakanlah mengungkapkan isi hati secara natural tanpa polesan sana-sini dan tanpa basa-basi, tetapi harus dalam koridor tata-krama yang baik.
Bekasi, 15-Feb-2005
Hardiyanto
0 Comments:
Post a Comment
<< Home